Pada jaman dahulu, di suatu desa, ada seorang penebang kayu
yang sangat miskin, sehingga dia hanya mempunyai sebuah kapak untuk bekerja dan
menghidupi anak-anak dan istrinya. Dengan sangat sulit dia bisa memperoleh enam
pence (sejenis mata uang) setiap hari. Dia dan istrinya harus bekerja
membanting tulang dari subuh hingga larut malam agar mereka dapat hidup dengan
tidak kehabisan makanan. Apabila mereka beristirahat, mereka tidak akan
mendapatkan apa-apa.
"Apa yang harus saya lakukan?" katanya, suatu
hari, "Saya sekarang sangat lelah, istri dan anakku tidak memiliki apa-apa
untuk dimakan, dan saya sudah tidak sekuat dulu lagi memegang kapak ini, untuk
memperoleh sekerat roti untuk keluargaku. Ah, begitu buruknya nasib bagi orang
miskin, ketika mereka dilahirkan ke dunia ini."
Sementara dia masih berkeluh-kesah, sebuah suara
memanggilnya dengan penuh rasa iba: "Apa yang kamu keluhkan?"
"Bagaimana saya tidak suka mengeluh, apabila saya tidak
memiliki makanan?" katanya. "Pulanglah ke rumahmu," kata suara
itu, "galilah tanah di sudut pekaranganmu, dan kamu akan menemukan harta
karun di bawah sebuah dahan yang telah mati.
Ketika penebang kayu ini mendengar hal ini, dia langsung
berlutut di tanah, dan berkata: "Tuan, siapakah nama tuan? siapakah tuan
yang begitu baik hati?"
"Namaku Merlin," kata suara itu.
"Ah! Tuan, Tuhan akan memberkahimu apabila kamu datang
menolongku dan menyelamatkan keluargaku dari kemelaratan."
"Pergilah cepat," kata suara itu, "dan dalam satu
tahun, kembalilah ke sini, dan berikanlah saya penjelasan tentang apa saja yang
kamu lakukan dengan uang yang kamu temukan di sudut pekaranganmu."
"Tuan, Saya akan mengunjungimu dalam satu tahu, atau
setiap hari, apabila kamu memerintahkan saya."
Lalu sang penebang kayu pulang ke rumahnya, menggali tanah
pada sudut pekarangannya dan disana dia menemukan harta karun yang telah
dijanjikan. Betapa gembiranya mereka sekeluarga karena telah lepas dari
kemiskinan.
Karena tidak ingin tetangganya tahu mengapa mereka tiba-tiba
menjadi kaya, dia masih pergi ke dalam hutan dengan membawa kapak, sehingga
seolah-olah dia bekerja keras dan secara perlahan-lahan terangkat dari
kemiskinan menjadi kemakmuran.
Pada akhir tahun, dia pergi ke dalam hutan untuk memenuhi
janjinya. Dan suara itu berkata, "Jadi kamu akhirnya datang!"
"Ya Tuan," "Dan bagaimana kamu membelanjakan harta
tersebut?" "Tuan, keluargaku sudah dapat makan makanan yang baik dan
berpakaian yang bagus, dan kami selalu berterima kasih kepadamu setiap hari."
"Keadaan kamu sekarang menjadi lebih baik kalau begitu,
tapi katakan padaku, apakah masih ada hal yang kamu inginkan?" "Ah,
ya, Tuan, saya ingin menjadi walikota di tempat saya."
"Baiklah, dalam empat puluh hari kamu akan menjadi
walikota."
"Oh, beribu-ribu terima kasih, pelingdungku yang
baik."
Pada tahun kedua, penebang kayu yang kaya datang ke hutan
dengan baju baru yang sangat baik dan mengenakan atribut bahwa dia adalah
walikota.
"Bapak Merlin," panggilnya, "datanglah dan
berbicaralah padaku."
"Saya di sini," kata suara itu, "apa yang
kamu harapkan?"
"Seorang pejabat tinggi baru saja meninggal kemarin,
dan anak laki-laki saya, dengan bantuanmu, ingin menggantikannya, Saya meminta
kebaikan hatimu."
"Dalam empat puluh hari, hal yang kamu inginkan akan
terwujud," kata Merlin.
Begitu pula dalam empat puluh hari, anaknya menjadi pejabat
tinggi, dan mereka masih juga belum puas.
Pada akhir tahun ketiga, penebang kayu tersebut mencari lagi
Merlin di hutan, dan dengan suara yang merendahkan, dia berkata "Merlin,
maukah kamu membantu saya?"
"Apa yang kamu kehendaki?" kata suara itu.
"Putriku berharap agar dapat menikah dengan seorang
pejabat," katanya. "Harapanmu akan terwujud," balas Merlin, dan
dalam empat puluh hari, anak perempuan penebang kayu itu menikah dengan seorang
pejabat.
Dan begitulah akhirnya waktu terus berlalu, hingga pada
akhir tahun keempat, istrinya yang bijaksana menyuruhnya kembali kesana untuk
berterima kasih, tetapi penebang kayu itu menjawab:"Mengapa saya harus
masuk kembali ke hutan itu untuk berbicara dengan mahluk yang tidak pernah saya
lihat? Saya sekarang sangat kaya, mempunyai banyak teman, dan namaku sangat di
hormati semua orang."
"Pergilah sekali lagi," kata istrinya, "Kamu
harus memberi dia salam dan berterima kasih atas segala kebaikannya."
Akhirnya penebang kayu itu dengan menunggangi kudanya,
diikuti oleh dua orang pelayan, masuk ke dalam hutan dan mulai berteriak:
"Merlot! Merlot! Saya tidak membutuhkan kamu lagi, karena sekarang saya
cukup kaya." Merlin membalasnya, "Sepertinya kamu lupa saat kamu
masih miskin, tidak cukup makan, dengan hanya berbekal kapak, kamu dengan susah
payah mendapatkan enam pence setiap hari! Saya saya memberikan kamu berkah
pertama kali, kamu berlutut dengan kedua kakimu, dan memanggil saya 'Tuan',
setelah berkah kedua, kamu hanya memanggil saya 'Bapak' dan setelah yang
ketiga, kamu memanggilku dengan 'Merlin' saja, sekarang dengan sombongnya kamu
memanggilku 'Merlot'! kamu mungkin berpikir bahwa kamu sudah sangat kaya dan
hidup dengan baik dan tidak memerlukan lagi saya, Mari kita lihat nanti, selama
ini kamu tidak memiliki hati yang baik dan selalu bertindak bodoh, tetaplah
menjadi bodoh, dan tetaplah menjadi miskin seperti saat pertama saya bertemu
dengan kamu." Penebang kayu itu tertawa terbahak-bahak, mengangkat bahunya
dan tidak mempercayai apa yang dikatakan kepadanya.
Dia kembali ke rumahnya, tapi dengan cepat anaknya yang
sekarang menjadi pejabat tinggi, meninggal, putrinya yang menjadi istri seorang
pejabat juga menderita sakit keras dan akhirnya meninggal. Kesialan menimpanya
terus menerus dan saat perang pecah, serdadu dari kedua belah pihak yang
berperang, memasuki rumahnya, merampas minuman dan makanan yang ada di
lumbungnya, membakar semua ladangnya, juga rumahnya, hingga dia tidak memiliki
uang satu penny pun.
Ketika tiba masa untuk membayar pajak, dia tidak mempunyai
uang di kantongnya, sehingga dia terpaksa menjual semua ladangnya.
"Lihat," kata penebang kayu yang tidak tahu berterimakasih itu,
sambil menangis, "Saya telah kehilangan semua yang saya miliki, uang,
ladang, kuda, anak-anakku! Mengapa saya tidak percaya kepada Merlin? hanya
kematian yang belum menjemput saya, saya sudah tidak tahan dengan penderitaan
ini."
"Tidak begitu," kata istrinya yang bijaksana,
"Kita harus mulai bekerja keras kembali." "Dengan apa?"
kata penebang kayu, "Kita bahkan sudah tidak memiliki seekor keledaipun
untuk bekerja!"
"Dengan apa yang Tuhan berikan kepada kita," kata
istrinya lagi.
Tuhan hanya memberikan mereka sebuah keranjang, yang
dipinjam dari tetangganya. Dengan keranjang ini di punggungnya dan kapak di
tangannya, dia akhirnya masuk ke hutan untuk bekerja menebang kayu, mencoba
untuk mencari kayu untuk mendapatkan enam pence sehari.
Semenjak itu, dia tidak pernah mendengar suara Merlin lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar